wayang kulit
|
wayang kulit |
Kesenian
wayang orang yang dimainkan oleh kelompok Wayang Orang Indonesia Pusaka
mendunia dengan tampil di Opera House di Sidney, Australia, serta
dijadwalkan bermain di sejumlah negara di Asia, Eropa, dan Afrika.
Pemerhati
budaya, Jaya Suprana setelah mendampingi beberapa anggota kelompok
Wayang Orang Indonesia Pusaka bertemu dengan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono di kantor presiden, Jakarta, Kamis sore mengatakan, beberapa
negara memang tertarik dengan kesenian wayang orang.
Dia menjelaskan, beberapa negara yang sudah mengundang antara lain Jerman, Prancis, Afrika Selatan, dan Singapura.
Jaya menjelaskan, kelompok wayang orang ini akan bisa memenuhi undangan itu jika mendapatkan dukungan dari pemerintah.
“Yang menjadi keterbatasan memang dalam hal dana,” katanya.
Pada
saat bertemu presiden, Jaya Suprana juga melaporkan bahwa kelompok
wayang orang itu sudah tampil di “Opera House” di Sidney, Australia,
pada 18 Desember 2010.
Penampilan
kelompok wayang orang itu mendapat sambutan meriah dari warga negara
Australia dan warga negara Indonesia yang tinggal di negeri kanguru itu.
Saat itu, kelompok Wayang Orang Indonesia Pusaka menampilkan cerita tentang kepahlawanan Gatot Kaca.
Mereka mampu menarik perhatian warga negara Australia karena menyisipkan penggunaan bahasa Inggris saat tampil.
Wayang Orang Indonesia Pusaka berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp110 juta ketika tampil di Sidney.
“Itu kami sumbangkan kepada saudara kita di sekitar Merapi,” kata Jaya Suprana.
Sementara
itu, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan,
pemerintah selalu mendukung misi budaya Indonesia ke luar negeri.
Menurut dia, wayang orang adalah seni yang sangat bernilai dan
mengandung falsafah hidup yang luar biasa.
“Setiap episode wayang orang itu ada pesan moralnya,” kata Jero Wacik.
Saat
ini, Jero Wacik sedang mengatur pertemuan antara sejumlah kelompok
wayang orang dan presiden. Dia juga mengusahakan agar Wayang Orang
Indonesia Pusaka bisa tampil di komplek Istana Kepresidenan.
Kelompok
Wayang Orang Indonesia Pusaka sendiri terdiri dari seniman-seniman
wayang orang Bharata dan sejumlah pemerhati kesenian lainnya.(*)
Sumber: http://antaranews.com
WAYANG
salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di
antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran,
seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat,
dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari
zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan,
hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut
penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya
asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah
berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita
wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari
karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita
itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk
menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian
konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat
Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam
pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan
seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan
bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja
diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk
memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang
benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu
menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam
disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel
(1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan
keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian
wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang
diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang
yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal
sekarang.
Asal Usul
Mengenai
asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat
bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di
Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para
peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian
sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk
kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan
mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat
kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia,
khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan,
yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan
Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis
pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa
lain.
Sementara
itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa
bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah
Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar
kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah
menjajah India.
Namun,
sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa
wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor
dari negara lain.
Budaya
wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman
pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika
kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang
menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia,
sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin
berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung
(989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga
India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya
menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi
menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa
kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang
merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang
lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda
Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan
pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).
Wayang
sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman
pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa
itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’
yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
Mengenai
saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme
dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak
zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi.
Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D,
Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof.
K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.
Kata
`wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan.
Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang
menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang
memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya
menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada
kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat
gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling),
dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum
ada.
Untuk
lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit
diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana
dan Mahabarata. Sejak saat itulah ceritacerita Panji; yakni cerita
tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah
satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak
digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita
wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para
Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di
antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya
agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar
pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang
itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan
lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran
Wayang Kulit.
Sejak
zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana
dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat
penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya,
yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai
pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya
cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang
carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang
disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita
pakem.
Memang,
karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa
Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang,
legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah
Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa
pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau
Jawa.
Dan
di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh
semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja
bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping
itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah
kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di
Kulonprogo.
sumber:budayawayangkulit.blogspot.com
Informasi wisata lain:
SEJARAH KESENIAN WAYANG (29)
keunikan wayang (23)
Keunikan wayang kulit (20)
sejarah wayang kulit (19)
pengertian seni wayang (16)
sejarah kesenian wayang kulit (11)
sejarah seni budaya (11)
seni musik wayang (11)
sumber : http://2vx.net/sejarah-seni-wayang-kulit/